Selasa, 07 Mei 2013


Optimalisasi Pembelajaran IPS dengan Meluruskan Empat Mindset Keliru  terhadap IPS Sebagai Upaya memulihkan Krisis  Moral yang Melanda Anak Bangsa
Oleh : Vira Pratiwi
Indonesia sedang meradang, krisis moral yang terjadi dimana-mana membuat ngeri siapa saja yang terlibat didalamnya atapun sebatas menyaksikan pemberitaan di media masa. Hampir setiap hari masyarakat dihadapkan dengan berita kriminal maupun kasus asusila. Fenomena-fenomena yang terjadi akhir-akhir ini menimbulkan kesan bahwa bangsa kita semakin menjauh dari nila-nilai Pancasila. Negara yang berlarut-larut dilanda krisis moral, dekadensi moral atau demoralisasi akan semakin mengarah ke Negara yang gagal (filed state). Salahsatu aspek yang bertanggungjawab berkaitan dengan permaslahan saat ini adalah pendidikan, dan lebih spesifik lagi pendidikan IPS. Karena hal tersebut, maka perlu ditinjau kembali mengenai pelaksanaan pendidikan di Indonesia saat ini. Yakni sebagai upaya untuk memulihkan kembali krisis-krisis moral yang sedang terjadi. Upaya yang harus dilakukan salasatunya dengan mengoptimalkan pembelajaran IPS di berbagai jenjang pendidikan. Adanya asumsi keliru di masyarakat dan siswa mengenai pembelajaran IPS yang beranggapan bahwa pelajaran IPS merupakan hapalan belaka, sehingga menyebabkan siswa cenderung pasif dalam pembelajaran dan IPS tidak bisa dijadikan tolak ukur kecerdasan siswa. Titik kulminasinya adalah adanya anggapan masyarakat bahwa IPS tidak dapat menjamin masa depan siswa. Jika asumsi tersebut sudah diluruskan maka pelaksanaan pembelajaran IPS akan optimal dan outputnya siswa akan memiliki keterampilan yang diharapkan”

       Kata kunci  : pendidikan, IPS, krisis moral.
Bangsa Indonesia merupakan Negara yang berideologikan Pancasila. Seyogyanya dalam hidup berbangsa dan bernegara masyarakat  berpegang kepada  nilai-nilai luhur Pancasila. Namun saat ini Indonesia sedang meradang. Kalimat ini yang tepat untuk menggambarkan kondisi yang sedang terjadi.. Hampir setiap hari masyarakat dihadapkan dengan berita kriminal maupun asusila. Fenomena-fenomena yang terjadi akhir-akhir ini menimbulkan kesan bahwa bangsa kita semakin menjauh dari nila-nilai Pancasila. Disisi lain pesatnya perkembangan teknologi menyebabkan dengan mudahnya akses informasi antar lokasi. Hal tersebut “Seperti dua sisi mata pisau” yang suatu saat sangat bermanfaat, tapi jika lengah akan memberikan dampak negatif yang luar biasa pula. Contoh kas usnya adalah saat ini anak usia sekolah dasar dengan mudahnya  mengakses intenet di tempat umum (warnet) tanpa pengawasan dari orang dewasa yang berakibat fatal. Pada bulan April ini telah terjadi 12 kasus pelecehan seksual pada anak perempuan di Kabupaten Karangasem Bali. Secara rata-rata umur korban sekitar 12 tahun hingga 14 tahun. Anak-anak perempuan tersebut menjadi korban pelecehan seksual karena tidak memiliki kemampuan yang baik dalam memanfaatkan teknologi informasi dan media jejaring sosial (http://www.beritabali.com/index.php/page/berita/dps/detail/ 04/04/2013/12-Kasus-Pelecehan-Seksual-Pada-Anak-di Karang asem/201107022371).
Perkembangan IPTEKS yang pesat harus diseimbangi dengan social knowledge yang  memadai agar tidak terjadi disequilibrasi yang mengakibatkan ketimpangan sosial dan bermuara pada krisis moral. Krisis moral merupakan situasi dimana manusia memudarkan martabatnya sebagai manusia yang hidup dalam batasan nilai dan norma dan semakin menjauh pada nilai Pancasila. Hal tersebut tidak baik jika dibiarkan berlarut-larut dikarenakan jika tunas bangsa sudah terkontaminasi hal ini maka dikhawatirkan moral Negara ini akan memudar bahkan menjadi bangsa yang terancam menjadi bangsa yang gagal (filed state). Negara yang gagal dipicu oleh krisis moral, dekadensi moral atau demoralisasi yang dibiarkan berlarut-larut. Maka dari itu perlu diadakannya peninjauan ulang mengenai keberlangsungan pendidikan di Negara ini. Pelaksanaan pendidikan di suatu Negara memiliki amanah yang sangat penting untuk mencetak generasi penerus bangsa yang kelak menjadi pilar berdirinya suatu Negara. Sebagaimana fungsi pendidikan di Indonesia “Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.” (UU SISDIKNAS N0. 20 Tahun 2003). Maka dari itu, permasalahan di atas harus  dikembalikan lagi kepada penyelenggaraan pendidikan sebagai tombak pembentuk karakter bangsa dan harapan dapat memperbaiki krisis moral yang terjadi saat ini di Negara kita.
Jika berbicara mengenai pendidikan tentu saja ruang lingkupnya sangat luas. Dalam konteks permasalahan yang terjadi solusi yang tepat yakni dengan mengoptimalkan pembelajaran IPS diberbagai jenjang pendidikan.
  Menutut Tomy Hartono (2012):
Melalui pembelajaran IPS siswa didorong secara aktif menelaah interaksi antara kehidupan dilingkungannya, kini dan masa yang akan datang, menelaah gejala-gejala lokal, regional, dan global dengan memanfaatkan keterampilan pengkajian social. Untuk mengembangkan pengetahuan yang relevan mereka juga menelaah nilai-nilai proses demokratis keadilan sosial, dan kelanggengan ekologis untuk menimbang isu-isu moral dan etis bagi pengembangan kepedulian tentang nilai-nilai dan hakekat nila-nilai masyarakat
Dari pendapat di atas menunjukan peran penting pendidikan IPS dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai pengatahuan dalam berinteaksisosial serta menelaah gejala-gejala sosial yang terjadi  IPS juga erat kaitannya dengan lingkungan sosial, dimana lingkungan sosial memiliki peran yang penting dalam membentuk karakter sesorang. Karena fitrah manusia yang dilahirkan sebagai mahluk yang tidak bisa hidup tanpa berinteraksi dengan manusia lainnya (Human Social). Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang ingin selalu bergaul dan berkumpul dengan manusia, menjadi “zoon politicon” yakni makhluk yang bermasyarakat (Aristoteles). Maka dari itu untuk menjalin interaksi yang baik antar sesama diperlukannya pengetahuan agar interaksi ini senantiasa berjalan pada koridor yang tepat. Setiap individu harus memiliki keterampilan intelektual, keterampilan personal, juga  keterampilan sosial, yang semua itu didapatkan dari belajar IPS. Keterampilan  intelektual berkaitan dengan bagimana seseorang dalam berfikir, menginternalisasi informasi dari luar dengan nalar. Selain itu juga mampu mengklasifikasi setiap fenomena yang terjadi, menganalisis dari berbagai segi. Setiap tindakan yang dilakukan individu merupakan hasil internalisasi dari berfikir sosial yang mendalam. Sedangkan keterampilan personal bersifat individual dan biasanya setiap orang memiliki keterampilan personal yang berbeda dalam berinteraksi. Selanjutnya keterampilan sosial adalah keterampilan seorang individu menjalin hubungan interaksi dengan individu lainnya. Ketiga ketermapilan tersebut diaplikasikan dengan memperahatikan nilai dan norma yang berlaku.
Dalam pelaksanaannya ada beberapa hal yang harus diluruskan dari beberapa asumsi yang keliru terhadap IPS (Menurut TIM Dosen IPS UPI):
1.      Pelajaran IPS hanyalah hapalan belaka yang disampaikan oleh guru secara ceramah atau bercerita di muka kelas.
2.      Dalam pembelajaran IPS siswa cenderung pasif.
3.      IPS tidak bisa dijadikan tolak ukur kecerdasan siswa
4.      Pelajaran IPS tidak dapat menjamin masa depan siswa.
Apabila penyelenggara pendidikan dapat mengoptimalkan IPS dalam pelaksanaannya maka keempat asumsi itu bisa dipatahkan. Tidak selamanya pembelajaran IPS itu dihapalkan atau diceritakan melainkan harus menggunakan nalar dan intelegensi yang tinggi. Sikap Respect terhadap realita sosial merupakan proses internalisasi nalar yang tinggi, butuh kepekaan terhadap lingkungan untuk mampu menumbuhkannya. Siswa tidak akan pernah pasif dalam pembelajaran IPS karena sehari-hari siswa dihadapkan dengan keadaan sosial yang dikaji dalam pelajaran IPS. Pelajaran IPS dapat dijadikan tolak ukur kecerdasan siswa, karena siswa yang cerdaslah yang mampu menelaah, menganalisa, dan mengambil suatu kesimpulan terhadap suatu peristiwa sosial yang terjadi dimasyarakat. Jika nilai-nilai dalam pembelajaran IPS dipahami, dihayati, diaplikasikan dengan baik maka siswa sebagai penerus bangsa akan memiliki keterampilan intelektual, personal maupun sosial yang baik sehingga akan memiliki peran penting dalam membangun cita-cita bangsa menuju masa depan yang gemilang bukan hanya masa depan secara pribadi tetapi juga masa depan Negara. Peran penting Pendidikan IPS tersebut kurang disadari baik oleh guru maupun siswa, sehingga dalam pelaksanaannya masih seadanya dan cenderung cukup dengan mengetahui teori saja, secara keseluruhan belum optimal.
Optimalisasi Pembelajaran IPS harus melibatkan seluruh komponen yang bersentuhan dengan anak (siswa). Keluarga harus mampu mengarahkan anak agar sesuai dengan output yang diharapkan dalam belajar IPS. Bagaimanapun juga keluarga merupakan peletak pertama (pondasi) pendidikan anak. Peran Guru yang mengajar IPS juga harus mampu mengemas pembelajaran secara kreatif sehingga belajar IPS bukan berarti sekedar memenuhi kognitif siswa saja, tetapi afektif dan psikomotor siswa. Selain peran  keluarga dan guru,  lingkungan sosial juga tidak kalah pentingnya. Lingkungan dimana anak tinggal tidak boleh bertentangan dengan apa yang diajarkan dalam IPS. Sehingga anak akan mampu mengaplikasikan dengan baik pendidikan  yang ia peroleh dari keluarga maupun sekolah di lingkungan sosialnya. Dibutuhkan usaha secara bersama-sama untuk membentuk generasi penerus bangsa yang sesuai dengan dalam tujuan pendidikan dan tentunya sesuai dengan Pancasila.  Saat ini kita harus segera meninggalkan krisis moral yang melanda anak bangsa dengan bersama-sama mengoptimalkan pendidikan IPS di berbagai jenjang. Baik peran kita sebagai pelaksana pendidikan, pengawas pendidikan maupun objek pendidikan.
Sebagaimana firman Allah swt dalam Surah ar-Rum Ayat 41 yang artinya:
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.
Maka dapat disimpulkan bahwa krisis moral yang terjadi tidak terlepas dari apa yang diperbuat manusia itu sendiri karena kurang pemahaman dan aplikasi  dari  pengetahuan dan keterampilan sosial yang seharusnya dimiliki setiap individu. Upaya untuk memulihkan krisis moral yang telah terjadi yakni dengan optimalisasi pembelajaran IPS diberbagai jenjang dengan meluruskan berbagai asumsi keliru mengenai pembelajaran IPS. Sehingga setelah semua pihak baik siswa maupun guru juga masyarakat menyadari peran penting pendidikan IPS, pelaksanaannya dapat dioptimalkan dengan dukungan dari berbagai pihak. Pada akhirnya output yang didapat anak sebagai tunas penerus bangsa memiliki moral yang sesuai dengan nilai pancasila dan dapat meraih cita-cita bangsa Indonesia.

Sumber Rujukan:
·         TIM Dosen IPS UPI. 2013. Pengembangan Bahan Ajar Pendidikan Di Sekolah Dasar. Tasikmalaya: UPI Tasikmalaya.
(23 April 2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar