Optimalisasi
Pembelajaran IPS dengan Meluruskan Empat Mindset
Keliru terhadap IPS Sebagai Upaya memulihkan
Krisis Moral yang Melanda Anak Bangsa
Oleh
: Vira Pratiwi
“Indonesia
sedang meradang, krisis moral yang terjadi dimana-mana membuat ngeri siapa saja
yang terlibat didalamnya atapun sebatas menyaksikan pemberitaan di media masa.
Hampir setiap hari masyarakat dihadapkan dengan berita kriminal maupun kasus asusila.
Fenomena-fenomena yang terjadi akhir-akhir ini menimbulkan kesan bahwa bangsa
kita semakin menjauh dari nila-nilai Pancasila. Negara
yang berlarut-larut dilanda krisis moral, dekadensi moral atau demoralisasi
akan semakin mengarah ke Negara yang gagal (filed state). Salahsatu aspek yang
bertanggungjawab berkaitan dengan permaslahan saat ini adalah pendidikan, dan
lebih spesifik lagi pendidikan IPS. Karena hal
tersebut, maka perlu ditinjau kembali mengenai
pelaksanaan pendidikan di Indonesia saat ini. Yakni sebagai upaya untuk
memulihkan kembali krisis-krisis moral yang sedang terjadi. Upaya yang harus
dilakukan salasatunya dengan mengoptimalkan pembelajaran IPS di berbagai jenjang
pendidikan. Adanya asumsi keliru di masyarakat
dan siswa mengenai pembelajaran IPS yang beranggapan bahwa pelajaran IPS
merupakan hapalan belaka, sehingga menyebabkan siswa cenderung pasif dalam
pembelajaran dan IPS tidak bisa dijadikan tolak ukur kecerdasan siswa. Titik
kulminasinya adalah adanya anggapan masyarakat bahwa IPS tidak dapat menjamin
masa depan siswa. Jika asumsi tersebut sudah diluruskan maka pelaksanaan
pembelajaran IPS akan optimal dan outputnya siswa akan memiliki keterampilan
yang diharapkan”
Kata kunci
: pendidikan, IPS, krisis moral.
Bangsa Indonesia
merupakan Negara yang berideologikan Pancasila. Seyogyanya dalam hidup
berbangsa dan bernegara masyarakat berpegang
kepada nilai-nilai luhur Pancasila.
Namun saat ini Indonesia sedang meradang. Kalimat ini yang tepat untuk
menggambarkan kondisi yang sedang terjadi.. Hampir setiap hari masyarakat
dihadapkan dengan berita kriminal maupun asusila. Fenomena-fenomena yang
terjadi akhir-akhir ini menimbulkan kesan bahwa bangsa kita semakin menjauh
dari nila-nilai Pancasila. Disisi lain pesatnya perkembangan teknologi
menyebabkan dengan mudahnya akses informasi antar lokasi. Hal tersebut “Seperti dua sisi mata pisau” yang suatu saat sangat
bermanfaat, tapi jika lengah akan memberikan dampak negatif yang luar biasa
pula. Contoh kas usnya adalah saat ini anak usia sekolah dasar dengan mudahnya mengakses intenet di tempat umum (warnet) tanpa
pengawasan dari orang dewasa yang berakibat fatal. Pada bulan April ini telah
terjadi 12 kasus pelecehan seksual pada anak perempuan di Kabupaten Karangasem
Bali. Secara rata-rata umur korban sekitar 12 tahun hingga 14 tahun. Anak-anak
perempuan tersebut menjadi korban pelecehan seksual karena tidak memiliki
kemampuan yang baik dalam memanfaatkan teknologi informasi dan media jejaring
sosial (http://www.beritabali.com/index.php/page/berita/dps/detail/
04/04/2013/12-Kasus-Pelecehan-Seksual-Pada-Anak-di Karang asem/201107022371).
Perkembangan IPTEKS
yang pesat harus diseimbangi dengan social
knowledge yang memadai agar tidak
terjadi disequilibrasi yang mengakibatkan ketimpangan sosial dan bermuara pada
krisis moral. Krisis moral merupakan situasi dimana manusia memudarkan
martabatnya sebagai manusia yang hidup dalam batasan nilai dan norma dan
semakin menjauh pada nilai Pancasila. Hal tersebut tidak baik jika dibiarkan
berlarut-larut dikarenakan jika tunas bangsa sudah terkontaminasi hal ini maka
dikhawatirkan moral Negara ini akan memudar bahkan menjadi bangsa yang terancam
menjadi bangsa yang gagal (filed state).
Negara yang gagal dipicu oleh krisis moral, dekadensi moral atau demoralisasi yang
dibiarkan berlarut-larut. Maka dari itu perlu diadakannya peninjauan ulang
mengenai keberlangsungan pendidikan di Negara ini. Pelaksanaan pendidikan di
suatu Negara memiliki amanah yang sangat penting untuk mencetak generasi
penerus bangsa yang kelak menjadi pilar berdirinya suatu Negara. Sebagaimana fungsi
pendidikan di Indonesia “Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri
serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.” (UU SISDIKNAS N0. 20
Tahun 2003). Maka dari itu, permasalahan di atas harus dikembalikan lagi kepada penyelenggaraan pendidikan
sebagai tombak pembentuk karakter bangsa dan harapan dapat memperbaiki krisis
moral yang terjadi saat ini di Negara kita.
Jika
berbicara mengenai pendidikan tentu saja ruang lingkupnya sangat luas. Dalam
konteks permasalahan yang terjadi solusi yang tepat yakni dengan mengoptimalkan
pembelajaran IPS diberbagai jenjang pendidikan.
Menutut Tomy Hartono (2012):
“Melalui pembelajaran IPS siswa didorong
secara aktif menelaah interaksi antara kehidupan dilingkungannya, kini dan masa
yang akan datang, menelaah gejala-gejala lokal, regional, dan global dengan
memanfaatkan keterampilan pengkajian social. Untuk mengembangkan pengetahuan
yang relevan mereka juga menelaah nilai-nilai proses demokratis keadilan
sosial, dan kelanggengan ekologis untuk menimbang isu-isu moral dan etis bagi
pengembangan kepedulian tentang nilai-nilai dan hakekat nila-nilai masyarakat”
Dari pendapat di atas
menunjukan peran penting pendidikan IPS dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
sebagai pengatahuan dalam berinteaksisosial serta menelaah gejala-gejala sosial
yang terjadi IPS juga erat kaitannya
dengan lingkungan sosial, dimana lingkungan sosial memiliki peran yang penting
dalam membentuk karakter sesorang. Karena fitrah manusia yang dilahirkan
sebagai mahluk yang tidak bisa hidup tanpa berinteraksi dengan manusia lainnya
(Human Social). Pada dasarnya manusia
adalah makhluk yang ingin selalu bergaul dan berkumpul dengan manusia, menjadi
“zoon politicon” yakni makhluk yang
bermasyarakat (Aristoteles). Maka dari itu untuk menjalin interaksi yang baik
antar sesama diperlukannya pengetahuan agar interaksi ini senantiasa berjalan
pada koridor yang tepat. Setiap individu harus memiliki keterampilan
intelektual, keterampilan personal, juga
keterampilan sosial, yang semua itu didapatkan dari belajar IPS.
Keterampilan intelektual berkaitan
dengan bagimana seseorang dalam berfikir, menginternalisasi informasi dari luar
dengan nalar. Selain itu juga mampu mengklasifikasi setiap fenomena yang
terjadi, menganalisis dari berbagai segi. Setiap tindakan yang dilakukan
individu merupakan hasil internalisasi dari berfikir sosial yang mendalam.
Sedangkan keterampilan personal bersifat individual dan biasanya setiap orang
memiliki keterampilan personal yang berbeda dalam berinteraksi. Selanjutnya
keterampilan sosial adalah keterampilan seorang individu menjalin hubungan
interaksi dengan individu lainnya. Ketiga ketermapilan tersebut diaplikasikan
dengan memperahatikan nilai dan norma yang berlaku.
Dalam pelaksanaannya
ada beberapa hal yang harus diluruskan dari beberapa asumsi yang keliru terhadap
IPS (Menurut TIM Dosen IPS UPI):
1. Pelajaran
IPS hanyalah hapalan belaka yang disampaikan oleh guru secara ceramah atau
bercerita di muka kelas.
2. Dalam
pembelajaran IPS siswa cenderung pasif.
3. IPS
tidak bisa dijadikan tolak ukur kecerdasan siswa
4. Pelajaran
IPS tidak dapat menjamin masa depan siswa.
Apabila penyelenggara pendidikan dapat
mengoptimalkan IPS dalam pelaksanaannya maka keempat asumsi itu bisa
dipatahkan. Tidak selamanya pembelajaran IPS itu dihapalkan atau diceritakan
melainkan harus menggunakan nalar dan intelegensi yang tinggi. Sikap Respect terhadap realita sosial
merupakan proses internalisasi nalar yang tinggi, butuh kepekaan terhadap
lingkungan untuk mampu menumbuhkannya. Siswa tidak akan pernah pasif dalam
pembelajaran IPS karena sehari-hari siswa dihadapkan dengan keadaan sosial yang
dikaji dalam pelajaran IPS. Pelajaran IPS dapat dijadikan tolak ukur kecerdasan
siswa, karena siswa yang cerdaslah yang mampu menelaah, menganalisa, dan
mengambil suatu kesimpulan terhadap suatu peristiwa sosial yang terjadi
dimasyarakat. Jika nilai-nilai dalam pembelajaran IPS dipahami, dihayati,
diaplikasikan dengan baik maka siswa sebagai penerus bangsa akan memiliki
keterampilan intelektual, personal maupun sosial yang baik sehingga akan
memiliki peran penting dalam membangun cita-cita bangsa menuju masa depan yang
gemilang bukan hanya masa depan secara pribadi tetapi juga masa depan Negara. Peran
penting Pendidikan IPS tersebut kurang disadari baik oleh guru maupun siswa,
sehingga dalam pelaksanaannya masih seadanya dan cenderung cukup dengan
mengetahui teori saja, secara keseluruhan belum optimal.
Optimalisasi Pembelajaran IPS harus
melibatkan seluruh komponen yang bersentuhan dengan anak (siswa). Keluarga
harus mampu mengarahkan anak agar sesuai dengan output yang diharapkan dalam belajar IPS. Bagaimanapun juga
keluarga merupakan peletak pertama (pondasi) pendidikan anak. Peran Guru yang
mengajar IPS juga harus mampu mengemas pembelajaran secara kreatif sehingga
belajar IPS bukan berarti sekedar memenuhi kognitif siswa saja, tetapi afektif
dan psikomotor siswa. Selain peran
keluarga dan guru, lingkungan sosial
juga tidak kalah pentingnya. Lingkungan dimana anak tinggal tidak boleh
bertentangan dengan apa yang diajarkan dalam IPS. Sehingga anak akan mampu
mengaplikasikan dengan baik pendidikan
yang ia peroleh dari keluarga maupun sekolah di lingkungan sosialnya.
Dibutuhkan usaha secara bersama-sama untuk membentuk generasi penerus bangsa
yang sesuai dengan dalam tujuan pendidikan dan tentunya sesuai dengan Pancasila. Saat ini kita harus segera meninggalkan
krisis moral yang melanda anak bangsa dengan bersama-sama mengoptimalkan
pendidikan IPS di berbagai jenjang. Baik peran kita sebagai pelaksana pendidikan,
pengawas pendidikan maupun objek pendidikan.
Sebagaimana
firman Allah swt dalam Surah ar-Rum Ayat 41 yang artinya:
“Telah
nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.
Maka dapat disimpulkan
bahwa krisis moral yang terjadi tidak terlepas dari apa yang diperbuat manusia
itu sendiri karena kurang pemahaman dan aplikasi dari
pengetahuan dan keterampilan sosial yang seharusnya dimiliki setiap
individu. Upaya untuk memulihkan krisis moral yang telah terjadi yakni dengan
optimalisasi pembelajaran IPS diberbagai jenjang dengan meluruskan berbagai
asumsi keliru mengenai pembelajaran IPS. Sehingga setelah semua pihak baik siswa
maupun guru juga masyarakat menyadari peran penting pendidikan IPS,
pelaksanaannya dapat dioptimalkan dengan dukungan dari berbagai pihak. Pada
akhirnya output yang didapat anak
sebagai tunas penerus bangsa memiliki moral yang sesuai dengan nilai pancasila dan
dapat meraih cita-cita bangsa Indonesia.
Sumber Rujukan:
·
TIM Dosen IPS UPI. 2013. Pengembangan Bahan Ajar Pendidikan Di
Sekolah Dasar. Tasikmalaya: UPI Tasikmalaya.
(23 April 2013)